Hari Guru 2021 Jadi Momentum Pulihkan Pendidikan Diera Pandemi

Tanggal 25 November ditetapkan sebagai hari Hari Guru Nasional. Peringatan ini dimulai sejak ditetapkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 1994. Presiden Soeharto saat itu yang menandatangani keputusan tersebut. Besarnya harapan yang ditumpukan kepada para guru, membuat seluruh komponen harus tetap eksis dalam menumbuhkan kecintaan terhadap dunia pendidikan.

Kondisi keterkinian, pada saat pandemi masih mendera Indonesia, mengharuskan seluruh perilaku hidup yang berubah. Dalam berbagai dimensi tatanan kehidupan berubah. Tidak terkecuali dengan dunia pendidikan yang sangat terpengaruh juga dengan pandemi covid-19. Atas realitas tersebut, maka sangat relevan jika tema Hari Guru Nasional ini adalah “Bergerak dengan Hati, Pulihkan Pendidikan”

Hal inilah yang menjadi kajian dalam tulisan ini selanjutnya. Apa saja dampaknya dan bagaimana mengatasi kondisi yang sudah sangat lazim seperti ini. Ini merupakan pemikiran sederhana yang diharapkan bisa menyemangati para insan pendidikan; baik tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan. Mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD).

Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Pendidikan
Dunia pendidikan, sebagaimana dengan sektor yang lainnya, terpengaruh signifikan atas pandemi covid-19. Pendidikan yang selama ini dilaksanakan sebagian besar secara bertatap muka, juga harus mengubah saluran komunikasi dengan munculnya pembelajaran secara daring (dalam jaringan). Hal ini dilaksanakan pada seluruh jenjang pendidikan. Padahal sebelumnya saluran komunikasi daring dalam belajar sudah biasa dinikmati dalam pembelajaran di perguruan tinggi. Itu sudah lazim.

Slogan kampanye protokol kesehatan yang terdiri dari 5 M (Mencuci tangan pakai sabun, Memakai masker, Menjaga jarak, Menghindari kerumunan, dan Mengurangi mobilitas), membuat tata cara pembelajaran secara daring menjadi salah satu alternatif satu-satunya. Tidak bisa dengan cara yang konvensional. Pembelajaran daring dilaksanakan dengan menggunakan media televisi, radio, atau media sosialnya lainnya (seperti Facebook, WhatsApp, Zoom-Meeting, ataupun yang lainnya).

Sisi baiknya adalah dikenalnya teknologi pembelajaran oleh para peserta didik. Walaupun harus diakui, dengan adanya teknologi tersebut banyak redusi yang menjadi penghambat kemajuan perkembangan pendidikan. Teknologi tetaplah bermata dua; ada sisi baik dan buruknya. Banyak anak-anak yang kecanduan game-online ataupun pengaruh teknologi yang lainnya.

Bergerak dengan Hati, Pulihkan Pendidikan
Hakikat dasar dalam pendidikan adalah olah hati. Dengan mengorganisasi hati, membuatnya suka, maka pendidikan dalam bentuk apapun dapat dilaksanakan. Karena itu, dalam setiap pembelajaran yang pertama dilakukan adalah menarik minat para peserta didik. Dengan berbagai upaya menarik minat itu dilaksanakan. Kalau minat sudah mengena pada materi pembelajaran, maka barulah dapat dilaksanakannya pembelajaran tersebut. Setidaknya, itulah yang menjadi teoretis dalam pembelajaran.

Tanpa diiringi dengan hati yang hadir dalam pendidikan, maka tidak ada bekas yang baik untuk perkembangan peserta didik. Peserta didik tidak mendapatkan manfaat dari proses pendidikan, jika hatinya tidak tergerak untuk mengikuti pembelajaran tersebut. Dalam konteks ini, maka bagi para guru memahami (ilmu) psikologi menjadi suatu keharusan. Hanya dengan memahami psikologi tersebut, peserta didik dapat direbut hatinya untuk mengikuti proses pembelajaran.

Dengan pendekatan hati ini, maka secara bersama akan terjalin komunikasi yang efektif dalam pembelajaran, apapun medianya. Peserta didik akan lebih nyaman dalam pembelajaran. Mereka akan dengan mudah untuk memahami makna pembelajaran yang sedang didalaminya. Pembelajaran yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas diri peserta didik (dirinya sendiri). Inilah kesadaran kolektif yang semestinya ada pada peserta didik. Sebab, hasil belajar bukanlah untuk orang lain, tetapi untuk diri sendiri.

Pada realitas yang ada, kondisi pendidikan saat ini juga sudah sangat miris. Anak-anak yang sudah terbiasa dengan tidak bertemu guru, tampaknya mempunyai sikap yang berbeda terhadap para guru. Hal ini dikarenakan selama ini asumsi yang mengatakan bahwa belajar hanya ada di sekolah. Ketika tidak sekolah, maka tidak ada pembelajaran. Itulah asumsi yang sangat fatal kesalahannya. Sebab, pembelajaran mestinya ada di mana-mana. Ada di sekolah, di masyarakat, terlebih harus ada di dalam rumah/keluarga.

Harus diakui bahwa di dalam keluarga menjadi urat nadi perbaikan pertama dan utama. Maka sering disebutkan bahwa keluarga adalah pendidikan pertama dan utama. Di dalam keluarga itulah suasana pendidikan bermula. Sehingga untuk memulihkan seluruh sektor pendidikan, yang perlu dimaksimalkan adalah optimalisasi peran keluarga dalam pendidikan anak-anak.

Penutup
Hari Guru Nasional tahun ini menjadi momentum bagi kita untuk memulihkan pendidikan. Perlu diingat, siapapun kita adalah bagian dari pendidikan; kita adalah bagian dari para “guru” yang juga bisa mengajarkan apapun tentang hidup dan kehidupan kepada seluruh peserta didik, dan orang-orang tercinta di sekitar kita. Ingatlah dalam konteks pendidikan, jangan memberatkan para guru, dengan menyebutkan tugas-tugas mendidik adalah tugas guru semata. Kita jugalah yang wajib ikut berperan. Kita juga adalah pendidik (guru) mereka. Untuk masa depan Indonesia.

Selamat Hari Guru Nasional 2021!

====
Penulis Kepala Subbagian Sosial Bidang Pelayanan Dasar pada Biro Kejahteraan Masyarakat Sekretariat Daerah Provinsi Sumatra Utara dan Mahasiswa S-3 Perencanaan Wilayah Universitas Sumatera Utara (nonikomalasari08@gmail.com).

sumber : medanbisnisdaily.com | Foto: Istimewa/freepic

TERSEDIA BUKU TENTANG DUNIA PENDIDIKAN, DI TOKO KAMI : BUKUMANIA
SILAKAN KLIK : BUKUPENDIDIKAN

Related posts

Leave a Comment